Saya mencoba pulang dengan menerobos hujan kali ini. Pukul
setengah sembilan tadi, kebetulan masih ada jam mata kuliah terakhir.
Terdengar hujan turun dengan deras di luar kelas tanpa aba-aba.
Saya paham betul memang malam ini bahkan sejak sore tadi cuaca panas
sekali. Tapi saya nggak berprasangka akan turun hujan. Ya memang Allah itu
sebaik-baik perencana. Hujan turun berarti ada keberkahan di tiap rinainya. Tak
lupa, mengucap doa turun hujan. Meski kepala ini kepikiran ‘jas hujan’ yang alamat
kebasahan duluan sebelum nanti dipakai. Sambil terselip doa, Semoga saat pulang, hujannya sudah mereda. Aamiin.
Selasa. Semester ini padat merayap, tempat parkirnya. Untuk
pengingat diri sendiri saja, memang agaknya kalau sudah diperkirakan kelas akan
pulang duluan, memarkir motor jangan terlalu paling depan dan di pojokan. Ya sekali
lagi, untuk diri saya sendiri, Selasa sampai Rabu, parkir kalau bisa paling
belakang. Biar bisa langsung pulang. Hehehe. Eh, pesan tempat / nge-tap posisi
parkir ke bapak penjaga parkirnya boleh nggak sih? Bercanda. Tapi kalau dibawa
serius sepertinya boleh juga.
Mau nggak mau saya dan salah satu teman menunggu. Sampai
setidaknya motor yang terpakir tepat di belakang dan samping motor saya sudah memberi
ruang gerak.
“Jangan di situ, Nur. Lu mau uji nyali?” tutur kawan saya.
Awalnya saya nggak begitu ngerti. Apaan? Kok horor? Ini
cerita rumah sakit yang tadi dia ceritain di kelas belum selesai? kepala saya
masih berpikir rasional.