Kapan
terakhir kali kamu nyanyi lagu Nasional? atau, kapan terakhir kali dengerin
lagu Nasional?
17 Agustus
2017 sudah beberapa bulan berlalu.
Ditanggal itu, 20 tahun silam saya baru saja terlahir jadi ‘anak’ selama dua hari. Kegiatan di rumah sakit saat itu tidak libur. Sibuk semua sibuk. Nggak terkecuali Ibu dan Bapak saya. Menurut cerita, keduanya belum jua tidur dari semalam. Karena katanya sibuk menenangkan saya yang tangisannya kencang sekali dari pukul dua pagi, mau saingan sama kokok ayam jago kayaknya.
Ditanggal itu, 20 tahun silam saya baru saja terlahir jadi ‘anak’ selama dua hari. Kegiatan di rumah sakit saat itu tidak libur. Sibuk semua sibuk. Nggak terkecuali Ibu dan Bapak saya. Menurut cerita, keduanya belum jua tidur dari semalam. Karena katanya sibuk menenangkan saya yang tangisannya kencang sekali dari pukul dua pagi, mau saingan sama kokok ayam jago kayaknya.
RS pada
hari itu juga tidaklah tutup. Bahaya kalau tutup. Ya.. mbok ya dipikirkan nasib
temen-temen saya yang mau ‘melihat dunia’ pada hari itu. Kasihan lah kalo
bidan/dokter/perawatnya pada libur. ☹ Ya kan chingu-deul?
Kepada
teman-teman yang baru lahir pada pagi itu di seluruh penjuru Indonesia, selamat
17 Agustusan! Tua saya dua hari ya! Kalau sudah besar nanti dan kita adu lawan
main benteng tiang listrik, kamu nggak bisa kenain saya pokoknya! Kalah tua kamu
sama saya! Kecuali main galaksin deh, nyerah duluan saya. *Team gugur sebelum
main*
Jadwal utama
saya hari itu adalah menangis. Udah dikasih makan, nangis lagi. Dikasih mimik, nangis meneh. Ditimang-timang
anaku sayang, dipok-pokin pakai tangan emak, tetap nangis. Tebir sekali ya bayik
dua hari ini. Sampai buat bingung ortunya. Ya sebenarnya ingin ku teriak minta
makan soto Gombong, tapi kan belom bisa, atuh lah~ Bayik dua hari ude
kebanyakan gaya amat minta soto. Melek aja masih sulit :’)
Tentunya,
sebagai bayi dua hari dan baru dipertemukan dengan 17 Agustus pada waktu itu, saya
hanya bisa bersorak-sorai di rumah sakit dengan cara saya, yaitu dengan oek-oek lantang; mengartikan rasa
nasionalisme yang tinggi dalam memperingati Ulang Tahun RI (entah tahun itu
yang ke berapa).
Buat
temen-temen saya yang baru gabung tadi pagi, mari ramaikan semarak 17-an ini
dengan menyayikan ‘Hari Merdeka’ versi kita di ruangan masing-masing! Alias
menangis berjama’ah. Saya yakin, orang tua kita nggak ngerti kalau kita lagi
ikutan meramaikan hari bersejarah tersebut. Andai mereka tahu, pasti mereka
bangga!! Oh yeah~
***
Waktu
berlalu dengan cepat, brooo!
17 Agustus
2017, pada tanggal yang sama, tahun yang berbeda, pun situasi yang berbeda.
Sekarang, saya bisa menyanyikan lagu Hari Kemerdekaan ciptaan bapak H. Mutahar
yang liriknya sangat menyiratkan semangat merdeka ini tidak lagi dengan
tangisan oek-oek, tapi dengan semangat menggebu!!! Yooooooi! Gimana nggak
menggebu, nyanyinya rombongan satu RW! Ntap!
RW SATU MANA SWARANYAAAH~~ Sumber: Dokumentasi Pribadi |
Semenjak
lulus sekolah, menyanyikan lagu Nasional Indonesia sudah jarang sekali saya
lakukan. Sekalipun melakukan, pasti kalau ada acara tertentu saja. Kalau ada
tanding bola di televisi, contoh kecilnya. Kalau ini sih jiwa nasionalisme langsung muncul gitu. Sambil mengepalkan tangan kanan lalu diletakkan di dada. BAAAAH!! *Loh, kok jadi rindu u19 era Evhan, David Maulana, Mukhlis Hadi :''')* Atau pas ada acara seminar dari kampus, seminar dari kegiatan di tempat kerja, dan acara lainnya.
Beda banget sama pas sekolah dulu. Dulu lebih terbiasa nyanyi dan dengerin lagu wajib di manapun, saat situasi apapun, gak pakai malu. Apalagi saat Upacara Pengibaran Bendera, yah itu sih memang yang paling seru. Soalnya paduan suaranya ciamik!
Beda banget sama pas sekolah dulu. Dulu lebih terbiasa nyanyi dan dengerin lagu wajib di manapun, saat situasi apapun, gak pakai malu. Apalagi saat Upacara Pengibaran Bendera, yah itu sih memang yang paling seru. Soalnya paduan suaranya ciamik!
Sumber: di sini |
Saat pengibaran bendera, Pemimpin Upacara memberi komando "Hormaaaaat Grak!" kepada Sang Saka Merah Putih adalah momen sakral yang nggak bisa diganggu khidmatnya. Mau kepanasan pun, hormat mah teteup.
Dulu, zaman SD, hormat ke bendera nggak ngikutin pergerakan benderanya itu belumlah afdol! Meski cahaya matahari menyilaukan mata dan bikin mata jadi silaw men, pokoknya ya harus terus dipantau benderanya. Peran penting paduan suara buat jadi pengiring naiknya bendera adalah energi dan penyemangat kami mengalahkan silau matahari! Cyaaaat~
Dulu, zaman SD, hormat ke bendera nggak ngikutin pergerakan benderanya itu belumlah afdol! Meski cahaya matahari menyilaukan mata dan bikin mata jadi silaw men, pokoknya ya harus terus dipantau benderanya. Peran penting paduan suara buat jadi pengiring naiknya bendera adalah energi dan penyemangat kami mengalahkan silau matahari! Cyaaaat~
Biar silau, kami pantau terusssss!!! TOTALITASSS~ Sumber: di sini |
Yang tadinya ngantuk gara-gara dengerin amanat dari Pembina Upacara, jadi seger lagi saat denger anak padus nyanyi. Alih-alih hiburan saat upacara, tapi itu keseruannya. Kita jadi ikut nyanyi dan semangat lagi mengikuti upacara bendera sampai akhir. Kaki pegel, bodo amat. Keringetan? Biarin. Jadi item? Gak takut! Nguap? Itu sih tadi pas amanat pembina berlangsung. Eh. wkwk
Maaf Pak, Bu. Bukannya gak sopan, tapi emang nguantoook 😫 Padus, I need vitamin teriak-teriak! wkwk Sumber: di sini |
Dulu,
zaman saya SD, pelajaran SBK atau Seni Budaya dan Keterampilan adalah mata
pelajaran yang ditunggu-tunggu! Bukannya sok nyeni, ya. Nggak tahu kenapa,
kalau udah bahas simetris, dua dimensi, gambar bentuk, ngelukis, lipat kertas,
bikin asbak dari sabun, main cat air, gambar gunung segitiga dan sawah legendaris,
saya suka aja. Apalagi kalau udah masuk materi lagu-lagu wajib dan daerah,
bahhh…. Bukan main senangnya!
Suara saya
saat SD bisa dibilang biasa aja, malah nggak ada bagus-bagusnya kalau buat
nyanyi. Bisa masuk paduan suara pun harus nunggu tugas piket upacara antar
kelas dulu. Itupun kalau nyanyi nggak boleh beda sendiri suaranya. Pokoknya
suaraku tidak merdu. Cempreng iya.
Wali kelas
saya saat kelas lima namanya Ibu Sum. Entah perasaan saya doang atau gimana, setiap
melihat Beliau mengisi pelajaran SBK itu terlihat sumringah. Saya bisa
melihat sosok Beliau berbeda ketika mempraktikkan diri menjadi seorang dirigen di kelas yang berpenghuni 30 siswa dan siswi
imoet kebanggaannya, pada zamannya. Ya soalnya kalau mau nyanyi tapi wajahnya
aura sangar kan ga bagus juga ya. Nanti yang ada alirannya agak emo :(
Kita saat
itu kedapetan materi bab not-not angka. Lagu karya bapak Ismail Marzuki yang
berjudul Mengheningkan Cipta menjadi yang ditrendingkan oleh bu Sum. Kalau soal
nyanyi atau ngehapal lirik, kita semua sudah tahu dan bisa lah hapal di luar
kepala. Tapi untuk baca not angka sambil dinyayikan? jujur dah, masih awam!
Hahaha.
Ibu Sum,
sebagai pengajar, tentunya mempraktikkan lebih dahulu kepada kami bagaimana
cara menyanyikannya. Kami sibuk melihat buku LKS Seni Budaya sambil menghapal
not-not yang diucapkan ibu Sum. Tentunya kami saat itu nggak buta-buta amat
sama doremifasolasido. Tapi yang
namanya ‘baru pertama kali’ ngehapal sambil dinyanyiin, terasa mendebarkan.
Saat Bu
Sum membuka mulut dan mengeluarkan suara dengan intonasi yang beda-beda dan
lancar jaya, saya dan temen-temen seketika
langsung terbawa suasana, terperangah dan celangap semua! Edyan, rek!
“Sol
Mi.. Fa Sol Sol Mi, Do Do Si Do La Sol Mi, Do La La Sol Mi Sol….”
(YANG IKUT NYANYI, KAMU NASIONALIS SQALI!)
Suara beliau
menggema di kelas kami, tangannya pun luwes bak dirigen di paduan suara yang sering kami lihat
di tv, serta semangat menggebu terpancar dari sorotan mata Ibu Sum saat itu.
Saya terhipnotis! Padahal cuma nyanyi not Mengheningkan Cipta doang, tapi kenapa saya sesemangat itu, ya? Jangan tanya kenapanya. Sebab, tidak memerlukan alasan untuk takjub pada pengetahuan.AIH…SA
AE.
Saya terhipnotis! Padahal cuma nyanyi not Mengheningkan Cipta doang, tapi kenapa saya sesemangat itu, ya? Jangan tanya kenapanya. Sebab, tidak memerlukan alasan untuk takjub pada pengetahuan.
Sejak solmifasol tersebut selesai dipelajari
di kelas, sebelum pulang ibu Sum mengintruksikan kami untuk mempelajari lagu
tersebut dengan alat musik tiup di rumah masing-masing. Saat itu disuruhnya
bawa pianika. Satu minggu lagi akan ada praktik membawakan lagu tersebut, kita pun
harus maju satu-satu ke depan, unjuk kebolehan.
Seingat
saya, di rumah saya hanya punya kaleng wafer dan kaleng cat besar sebagai alat
musik gedumbrangan saya sehari-hari
dengan kawan bermain. Ya ramashok lah
ya sama intruksi wali kelas saya yang menyuruh punya si pianika itu.
Sesampainya
di rumah, saya langsung bilang ke Mamah kalau wali kelas kami menyuruh bawa
pianika untuk pertemuan SBK minggu depan. Biasa, anak SD kalau minta apa-apa
pasti ada dramanya dulu. Tujuannya agar orang tua kita ini cepat-cepat
membelikan apa yang kita mau. Yang saya lakukan adalah merengek, karena
temen-temen main saya yang teman sekelas saya juga, mereka udah pada punya,
sedangkan saya belum.
Akhirnya saya
dibelikan sebuah pianika berbalut tas biru yang di dalamnya berisi kumpulan tuts
putih-hitam, juga ada selang panjang dan selang pendeknya. Pianika saya bukanlah
yang harganya mahal dan bermerk.
Kalau nggak salah, dulu harganya Rp85.000.00. Anak SD mah nggak peduli soal
harga. Yang penting PR dilaksanakan sesuai perintah gurunya. Yoi.
Nah, untuk
pertama kalinya bagi saya mainin pianika… W EXCITED BGT WOY! Saya langsung
memencet tuts-tuts kecil yang masih suci dan polos itu dengan asal. Fix saya norak! Bodo deh, yang penting
saat itu adalah saya dah punyak!
Kendala si
noob ini adalah buta akan letak not-not pianika. Untuk pianika murah macam
punya saya ini, tidaklah tercantum angka pada tutsnya, jadi masih bingung
maininnya. Gak ngerti mana sol tinggi, sol yang b aja, dan sol berat.
Tapi saya
tidaklah menyerah. Saya inisiatif ke rumah teman main saya yang saat itu sudah
kelas 2 SMP. Dia ini sering banget mainin pianikanya buat tugas sekolahnya. Saya
tahu karena dia kalau mainin pianika, suaranya kedengaran sampai ke kamar saya.
Padahal rumah kami beda lima rumah. Sungguh berisik bukan?
Saya
melangkahkan kaki menuju rumah mbak Des dengan memeluk pianika baru saya, nggak
lupa sambil bawa spidol permanen. Tak lupa dilihatin sama ibu-ibu tetangga
sekitar. Eh saya diledekin..
“Ciye..
Nur punya piano baru….” Salah paham yang fatal.
Hahahak.
Lah, ini
mah pianika mari mari pianika, Buibuk.
Hem. Saya hanya memamerkan senyum malu-malu saja kepada mereka dan melanjutkan
langkah dengan semangat juang. Soalnya saya sudah keburu gatal ingin menekan si
tuts-tuts maha menggemaskan ini!! Mbak
Dessss, nyontek posisi not angka dooong!!
Seusai
nyontek not angka, akhirnya saya pulang dengan perasaan bangga. Lalu saya sigap
mengambil buku Lagu-Lagu Wajib dan Daerah dari tas dan membuka lembarannya
dengan brutal.
Nomorin sendiri biar syaiq Sumber: di sini |
Saya
meniup selang pianika untuk pertama kalinya! Sensasi rasanya sangatlah… PENGAP
SEKALI BOSSSQU! Pemula yang sok tahu ini terlalu berambisi tanpa ilmu. Bhahaha.
Setelah
mengalami keribetan meniup yang bikin napas habis, selangnya basah, dan lima
jari selalu meleset dari tuts, akhirnya saya bisa juga memainkan satu lagu
dengan not setelah berjam-jam berkutat sendiri di kamar! Masih belum mahir.
Tapi
lumayan lah, sudah bisa atur napas sedikit, meskipun tangan masih sering
tergelincir. Tapi senang akutuu~ walau harus diteriakin Bapak saya yang katanya
saya ini main apaan sih dari tadi… berisiknya nggak wajar. Wekekek.
Coba ngana bayangin, anak baru belajar main
pianika yang salah mencet tuts, terus ngulang lagi dari awal, eh salah lagi, eh
ngulang lagi. Gitu terus sampek khatam satu lagu! Untung jarak rumah tetangga
agak jauh-jauhan, ya :’) Terima kasih pohon bambu.
***
Hari H
pelajaran SBK pun tiba. Mumpung belum bel masuk, seperti biasa, anak SD itu
capernya luar biasa. Dari hal itu terciptalah kegiatan di pagi yang damai,
untuk saling pamer kebisaan memainkan lagu Mengheningkan Cipta dengan pianika
masing-masing. Pada mau ngetes, sudah sejauh mana kelancaran tangan dan kinerja
otak temen sendiri. Kecil-kecil jiwanya udah kopetitif ya. Hem. Kalian tahu kelas
saat itu ramainya kayak apa? Terminal bus! ‘Klakson’ everywhere. Untung belum viral telolet om. Kalau udah, ya… sila
bayangkan sendiri.
“Eh, gue
udah apal nih”
“Wiih
kereeen. Iri gue”
“Jangan
kenceng-kenceng, woy! Ludah lu nyembur!”
“Pindah
dari do ke si, tangan gue kaga nyampe nih, jadi sebelas jari deh. Boleh gak ya?”
“Lu pernah
ga lepasin selang penghubung yang ini? coba deh lu buka, masa banyak airnya
ya... Itu uap kita ya?”
*BWAKAKAKAK
TEMAN-TEMANQU RECEH SEMUA!!*
Pendengaran
Saya tidak hanya menangkap bunyi SolMiFaSol yang sudah akrab di relung hati,
jiwa, raga dan sanubari. Saya juga mendengar nada lain dari pianika yang
dimainkan teman-teman saya bagian ujung. Anak cowok memanglah berani beda!
Mulai dari
yang mainin lagu wajib lain, ngasal mencet tuts biar dikira keren, ada juga
yang malah mainin lagu pop, dangdut depannya doang dan lagu antah berantah.
Sekadar
informasi, dulu tuh zaman lagu-lagunya Kangen Band, Wali, ST12, Armada,
Alexa dan Hijau Daun lagi meroket. Ya Allah, saya merasa tua nih ngingetin
lagu-lagu mereka. Bwakakak.
Buat teman
saya yang mainin lagu Tentang Aku, Kau dan Dia di kelas saat itu, entah saya
harus berterimakasih atau kesel ya sama lu orang ya. Karena gua masih ingat sampai
sekarang itu tuts apa aja yang dipencet keyboardist Rindu Band pas diintro
lagu! SELAYAKNYA ENGKAU TAHU.. BETAPA..
KUMENCINTAIMU~~ *malah diperjelas*
Bel sudah
berbunyi. Pianika udah basah semua selangnya kalau dibuka. Saat bu Sum masuk,
seketika hening. Selesai berdoa dan ucap salam, bu Sum mulai mengabsen
nama-nama yang maju urutan pertama untu dites kemampuannya mainin lagu Rindu
Band. Eh, Lagu Mengheningkan Cipta, atuh.
Saya
memperhatikan teman-teman saya yang dipanggil satu per satu untuk unjuk
kebolehannya dihadapan bu Sum dan kami semua.
Saat si
teman abjad A membunyikan tuts awal, seketika kelas hening. Kami sibuk
memperhatikan si absen pertama ini memainkan pianikanya. Dia yang maju, tapi
kita yang panik. Mungkin efek kali pertama kita unjuk kebolehan sama si
pianika, jadi wajar kalau deg-degan, malu-malu nggak mau maju. Hehehe.
Bu Sum
bilang, praktik ini adalah latihan
untuk penilaian minggu depan. SUDAH KUDUGA! Saat itu satu kelas langsung pasang
muka bengong semua. Ya, mana tahu kan ya.. Yang sudah latihan dengan tekun, ya tenang-tenang
saja. Tapi untuk yang latihan seadanya, pasrah.. yaudah lah belom penilaian ini.
Teman-teman
saya ada yang nggak bawa pianika, nasibnya nelangsa sekali. Selesai temannya
maju, dia harus repot bolak-balik kamar mandi untuk nyuci selang pianika.
Karena…. Ya kalau nggak dicuci…. Silakan bayangkan sendiri. Huhu.
Kini satu
persatu dari kami sudah pada maju. Bermacam hal terjadi di depan sana. Saya pun
melihat kegerogian dan kesesaknapasan temen-temen saya, dan tak terkecuali saya
sendiri.
Ada yang menarik napasnya panjang banget, padahal pas nada tinggi, doski ga kuat. Ada yang lempengggg banget alias sukses tanpa kehabisan napas, tapi mencet tutsnya putus-putus. Ada juga yang maininnya nggak sesuai nada, yang terdengar di depan sana malah nada Isabella adalah... Atuhlah Gustiiii.
Ada yang menarik napasnya panjang banget, padahal pas nada tinggi, doski ga kuat. Ada yang lempengggg banget alias sukses tanpa kehabisan napas, tapi mencet tutsnya putus-putus. Ada juga yang maininnya nggak sesuai nada, yang terdengar di depan sana malah nada Isabella adalah... Atuhlah Gustiiii.
Kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT saja. Anak SD kelas lima ini hanyalah semburan ludah
dari moncong hitam pianika.
Itulah sekilas perjalanan perkenalan saya sama alat musik tiup yang kenangan ‘Mengheningkan Cipta’ nya masih kental. Bisa dibilang lagu tersebut adalah lagu wajib nasional yang pertama kali saya mainkan pakai alat musik.
Gara-gara pianika, saya jadi punya mimpi ingin jadi pianis. Gewla! Nah, gara-gara impian itu, saya kok ya jadi rajin banget sehari sekali di rumah pasti main pianika. Tentunya bukan cuma mainin lagu Mengheningkan Cipta aja, tapi hampir satu buku lagu-lagu Nasional dan Daerah yang saya tahu nadanya, saya mainin pakai pianika.
Cukup
mengganggu ketentraman wilayah rumah saya, sih. Karena itu bersik. Sampai
beberapa anak kecil yang tadinya main di luar rumahnya, mereka malah mampir ke
rumah saya dan menonton saya main pianika. WOY GEROGI WOY. Bhahaha.
Nggak
hanya itu. Saya juga menjadi duta pianika diantara 10 rumah yang ada di
sekitaran saya. Lah gimana nggak, setiap
saya main pianika, pasti ada tetangga saya lainnya ada yang main pianika juga
di rumahnya. Mantap, saya nggak berisik sendirian. Mari kita ramaikan RT kita
dengan semarak lengkingan dan keanyeban suara tiupan pianika kita,
saudara-saudaraqu!!
Nah, saya
juga punya beberapa lagu band yang saya cari-cari sendiri not angkanya. Entah
terlalu rajin atau kurang kerjaan. Lagu-lagu ini adalah lagu hits banget di eranya.
Oh iya, sebagai anak kelas lima, nonton
acara Idola Cilik itu seperti keharusan. Jingle acara tersebut pun saya cari
sendiri notnya.
Kenapa
cari sendiri? Karena saya belum punya ponsel. Ya jadi inisiatifnya masih jalan
lah ya. Wakakkak.
Beberapa
lagu yang seingat saya pernah saya oprek nada-nadanya yaitu:
Vierra - Rasa Ini
D’Masiv – Diantara Kalian, Apa Salahku
Peterpan – Tetang Kita
Ungu – Cinta Gila
Kangen – Pujaan Hati, Tentang Aku, Kau dan Dia, Yolanda (WOY KHILAF LU? WKWK)
ST12 – Saat Terakhir
Idola Cilik..idola semua idola.. mari warnai dunia… kau dan aku ber… *terusin jangan?*
Dulu, tiap
saya main pianika di rumah dan nyoba main lagu-lagu tersebut, berasa keren
banget. Padahal maininnya cuma beberapa part, nggak full. Hahaha. Bocah.
Kalau ada
kesempatan, saya akan unjuk kebolehan tersebut di depan teman-teman saya, esoknya mereka bikin nada juga di lagu-lagu pop lainnya. WEDEHHHH.
Nah, itulah
kesan pertama saya dan perjalanan dalam berkenalan sama pianika, belajar nada
dasar, nyanyi lagu wajib, daerah, dan bahkan sampai ngoprek lagu pop Indonesia di
zaman SD yang mendorong saya untuk bermimpi jadi pianis.
Namun jauh sebelum itu, saya sudah lebih dulu tahu lagu-lagu Wajib Nasional
selain yang sering didengarkan saat Upacara hari Senin dan Upacara Peringatan yang
bertemakan pahlawan, dan ke-Indonesiaan lainnya di sekolah. Oiya, bahkan Tembang
Jawa dan Nasida Ria saya pun sudah tahu. Wakakakak.
Tahu dari
mana? Tunggu di cerita saya selanjutnya~ Azeq.
Jadi, ada berapa lagu wajib yang kamu hapal di zaman sekolah? Masih ingat atau udah lupa nih liriknya?
Gak usah malu buat nyanyi lagu wajib. Parah sih kalau malu. Nah, kalau nggak hapal itu yang memalukan. Wkek. Ya saya pun mengakui belumlah hapal semua lagu wajib. Hem. Kalah deh sama anak SD sekarang. Tapi semoga anak SD sekarang tidak hanya gemar toktikan yha, tapi juga hapal lagu wajib. Ya kurang-kurangin gitu toktiknya kalau bisa. Biar damai sentosa jiwa-jiwanya.
Oke, dicukupkan sampai disini ceritanya. Karena sudah mendekati waktu berbuka di puasa ke 16 ini, saya ucapkan selamat berbuka puasa! Bukalah dengan yang ada, sebab kalau yang nggak ada, jatohnya halu. EHEHE. Seqian. Terima Kasih!
Ciao.Jadi, ada berapa lagu wajib yang kamu hapal di zaman sekolah? Masih ingat atau udah lupa nih liriknya?
Gak usah malu buat nyanyi lagu wajib. Parah sih kalau malu. Nah, kalau nggak hapal itu yang memalukan. Wkek. Ya saya pun mengakui belumlah hapal semua lagu wajib. Hem. Kalah deh sama anak SD sekarang. Tapi semoga anak SD sekarang tidak hanya gemar toktikan yha, tapi juga hapal lagu wajib. Ya kurang-kurangin gitu toktiknya kalau bisa. Biar damai sentosa jiwa-jiwanya.
Oke, dicukupkan sampai disini ceritanya. Karena sudah mendekati waktu berbuka di puasa ke 16 ini, saya ucapkan selamat berbuka puasa! Bukalah dengan yang ada, sebab kalau yang nggak ada, jatohnya halu. EHEHE. Seqian. Terima Kasih!
Hiduplah Indonesia Raya~
BalasHapusIsh selangnya pasti bau.
Aku pertama kalinya punya orgen. Ga perlu niup-niup. Terus bocah-bocah sepantaran lainnya suka main ke rumah, pengin ikutan. Kan kesal. Kucabut kabelnya, bilang mati lampu.
Pelit dah
Dari yakinku teguh~
HapusJangan dibayangin, kak. Cukup jadi kenangan antara mereka saja. Wkwk
Dulu sempet juga aku pengen punya orgen, tapi uwang tak mencukupi. Pen beli gitar pun gagal mulu. Hehehe.
Bocah mah gitu emang. Kalau di ruamhku, dulu tuh pada jaim gitu, ngintip ramai-ramai dari kejauhan, setelah itu maju selangkah demi selangkah macam sweeper temennya boots :D
Kalau itu antara pelit sama gak mau diganggu beda tipis dah. xD
Seingat saya, terakhir kali menyanyikan lagu wajib itu lagu Indonesia Raya sewaktu jadi finalis lomba blog Cinta Rupiah di Museum Bank Indonesia. Awal Maret 2018 kalau nggak salah. Kalau lagu Hari Merdeka setiap tahunnya masih ikut nyanyi ketika acara RT.
BalasHapusDulu pas SD-SMP pernah bingung, ketika mengheningkan cipta tuh sebetulnya diem aja atau baca Alfatihah buat para pahlawan. Haha.
Lagu Peterpan Tentang Kita kayaknya hits amat pas zaman sekolah, ya. Saya nggak bisa main pianika, dulu pas pelajaran Seni Budaya milihnya main suling. :) Ujiannya satu lagu Nasional yang dipilih sama gurunya buat semua murid, satu lagu Nasional bebas, sama satu lagu bebas. Dulu saya lupa mainin lagu pop yang apa. Tapi sampai sekarang masih suka iseng-iseng mainin lagu Nidji yang Laskar Pelangi. :)
Kalau saya dulu saat mengheninkan cipta malah sibuk lihatin sepatu sendiri sama sepatu temen. Hehe.
HapusKebalik, saya malah nggak bisa main suling. Karena emang nggak punya dan nggak mencoba untuk mempelajarinya. Wakakak. Untung zaman kelas lima ujiannya cuma lagu Mengheningkan Cipta aja. Kalau ujian praktik saat kelas enam, baru deh banyak pilihannya. Tapi nggak ada lagu pop kalau zaman saya. Adanya lagu daerah yang dipilihin sama gurunya. Kalau Laskar Pelangi sering dinyanyiin dibanding dipianikain. xD