Jumat, 01 Juni 2018

Merah Putih, Lagu Wajib, Pianika, dan Cerita Dibaliknya

Kapan terakhir kali kamu nyanyi lagu Nasional? atau, kapan terakhir kali dengerin lagu Nasional?

17 Agustus 2017 sudah beberapa bulan berlalu. 

Ditanggal itu, 20 tahun silam saya baru saja terlahir jadi ‘anak’ selama dua hari. Kegiatan di rumah sakit saat itu tidak libur. Sibuk semua sibuk. Nggak terkecuali Ibu dan Bapak saya. Menurut cerita, keduanya belum jua tidur dari semalam. Karena katanya sibuk menenangkan saya yang tangisannya kencang sekali dari pukul dua pagi, mau saingan sama kokok ayam jago kayaknya. 

RS pada hari itu juga tidaklah tutup. Bahaya kalau tutup. Ya.. mbok ya dipikirkan nasib temen-temen saya yang mau ‘melihat dunia’ pada hari itu. Kasihan lah kalo bidan/dokter/perawatnya pada libur. Ya kan chingu-deul?

Kepada teman-teman yang baru lahir pada pagi itu di seluruh penjuru Indonesia, selamat 17 Agustusan! Tua saya dua hari ya! Kalau sudah besar nanti dan kita adu lawan main benteng tiang listrik, kamu nggak bisa kenain saya pokoknya! Kalah tua kamu sama saya! Kecuali main galaksin deh, nyerah duluan saya. *Team gugur sebelum main*

Jadwal utama saya hari itu adalah menangis. Udah dikasih makan, nangis lagi. Dikasih mimik, nangis meneh. Ditimang-timang anaku sayang, dipok-pokin pakai tangan emak, tetap nangis. Tebir sekali ya bayik dua hari ini. Sampai buat bingung ortunya. Ya sebenarnya ingin ku teriak minta makan soto Gombong, tapi kan belom bisa, atuh lah~ Bayik dua hari ude kebanyakan gaya amat minta soto. Melek aja masih sulit :’)

Tentunya, sebagai bayi dua hari dan baru dipertemukan dengan 17 Agustus pada waktu itu, saya hanya bisa bersorak-sorai di rumah sakit dengan cara saya, yaitu dengan oek-oek lantang; mengartikan rasa nasionalisme yang tinggi dalam memperingati Ulang Tahun RI (entah tahun itu yang ke berapa).

Buat temen-temen saya yang baru gabung tadi pagi, mari ramaikan semarak 17-an ini dengan menyayikan ‘Hari Merdeka’ versi kita di ruangan masing-masing! Alias menangis berjama’ah. Saya yakin, orang tua kita nggak ngerti kalau kita lagi ikutan meramaikan hari bersejarah tersebut. Andai mereka tahu, pasti mereka bangga!! Oh yeah~


***


Waktu berlalu dengan cepat, brooo!

17 Agustus 2017, pada tanggal yang sama, tahun yang berbeda, pun situasi yang berbeda. Sekarang, saya bisa menyanyikan lagu Hari Kemerdekaan ciptaan bapak H. Mutahar yang liriknya sangat menyiratkan semangat merdeka ini tidak lagi dengan tangisan oek-oek, tapi dengan semangat menggebu!!! Yooooooi! Gimana nggak menggebu, nyanyinya rombongan satu RW! Ntap!

RW SATU MANA SWARANYAAAH~~
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Semenjak lulus sekolah, menyanyikan lagu Nasional Indonesia sudah jarang sekali saya lakukan. Sekalipun melakukan, pasti kalau ada acara tertentu saja. Kalau ada tanding bola di televisi, contoh kecilnya. Kalau ini sih jiwa nasionalisme langsung muncul gitu. Sambil mengepalkan tangan kanan lalu diletakkan di dada. BAAAAH!! *Loh, kok jadi rindu u19 era Evhan, David Maulana, Mukhlis Hadi :''')* Atau pas ada acara seminar dari kampus, seminar dari kegiatan di tempat kerja, dan acara lainnya. 

Beda banget sama pas sekolah dulu. Dulu lebih terbiasa nyanyi dan dengerin lagu wajib di manapun, saat situasi apapun, gak pakai malu. Apalagi saat Upacara Pengibaran Bendera, yah itu sih memang yang paling seru. Soalnya paduan suaranya ciamik! 

Sumber: di sini


Saat pengibaran bendera, Pemimpin Upacara memberi komando "Hormaaaaat Grak!" kepada Sang Saka Merah Putih adalah momen sakral yang nggak bisa diganggu khidmatnya. Mau kepanasan pun, hormat mah teteup. 

Dulu, zaman SD, hormat ke bendera nggak ngikutin pergerakan benderanya itu belumlah afdol! Meski cahaya matahari menyilaukan mata dan bikin mata jadi silaw men, pokoknya ya harus terus dipantau benderanya. Peran penting paduan suara buat jadi pengiring naiknya bendera adalah energi dan penyemangat kami mengalahkan silau matahari! Cyaaaat~


Biar silau, kami pantau terusssss!!! TOTALITASSS~
Sumber: di sini

Yang tadinya ngantuk gara-gara dengerin amanat dari Pembina Upacara, jadi seger lagi saat denger anak padus nyanyi. Alih-alih hiburan saat upacara, tapi itu keseruannya. Kita jadi ikut nyanyi dan semangat lagi mengikuti upacara bendera sampai akhir. Kaki pegel, bodo amat. Keringetan? Biarin. Jadi item? Gak takut! Nguap? Itu sih tadi pas amanat pembina berlangsung. Eh. wkwk


Maaf Pak, Bu. Bukannya gak sopan, tapi emang nguantoook 😫
Padus, I need vitamin teriak-teriak! wkwk
Sumber: di sini


Dulu, zaman saya SD, pelajaran SBK atau Seni Budaya dan Keterampilan adalah  mata pelajaran yang ditunggu-tunggu! Bukannya sok nyeni, ya. Nggak tahu kenapa, kalau udah bahas simetris, dua dimensi, gambar bentuk, ngelukis, lipat kertas, bikin asbak dari sabun, main cat air, gambar gunung segitiga dan sawah legendaris, saya suka aja. Apalagi kalau udah masuk materi lagu-lagu wajib dan daerah, bahhh…. Bukan main senangnya!

Suara saya saat SD bisa dibilang biasa aja, malah nggak ada bagus-bagusnya kalau buat nyanyi. Bisa masuk paduan suara pun harus nunggu tugas piket upacara antar kelas dulu. Itupun kalau nyanyi nggak boleh beda sendiri suaranya. Pokoknya suaraku tidak merdu. Cempreng iya.


Wali kelas saya saat kelas lima namanya Ibu Sum. Entah perasaan saya doang atau gimana, setiap melihat Beliau mengisi pelajaran SBK itu terlihat sumringah. Saya bisa melihat sosok Beliau berbeda ketika mempraktikkan diri menjadi seorang dirigen di  kelas yang berpenghuni 30 siswa dan siswi imoet kebanggaannya, pada zamannya. Ya soalnya kalau mau nyanyi tapi wajahnya aura sangar kan ga bagus juga ya. Nanti yang ada alirannya agak emo :(


Kita saat itu kedapetan materi bab not-not angka. Lagu karya bapak Ismail Marzuki yang berjudul Mengheningkan Cipta menjadi yang ditrendingkan oleh bu Sum. Kalau soal nyanyi atau ngehapal lirik, kita semua sudah tahu dan bisa lah hapal di luar kepala. Tapi untuk baca not angka sambil dinyayikan? jujur dah, masih awam! Hahaha.

Ibu Sum, sebagai pengajar, tentunya mempraktikkan lebih dahulu kepada kami bagaimana cara menyanyikannya. Kami sibuk melihat buku LKS Seni Budaya sambil menghapal not-not yang diucapkan ibu Sum. Tentunya kami saat itu nggak buta-buta amat sama doremifasolasido. Tapi yang namanya ‘baru pertama kali’ ngehapal sambil dinyanyiin, terasa mendebarkan.

Saat Bu Sum membuka mulut dan mengeluarkan suara dengan intonasi yang beda-beda dan lancar jaya, saya  dan temen-temen seketika langsung terbawa suasana, terperangah dan celangap semua! Edyan, rek!  

“Sol Mi.. Fa Sol Sol Mi, Do Do Si Do La Sol Mi, Do La La Sol Mi Sol….” (YANG IKUT NYANYI, KAMU NASIONALIS SQALI!)
Suara beliau menggema di kelas kami, tangannya pun luwes bak  dirigen di paduan suara yang sering kami lihat di tv, serta semangat menggebu terpancar dari sorotan mata Ibu Sum saat itu. 

Saya terhipnotis! Padahal cuma nyanyi not Mengheningkan Cipta doang, tapi kenapa saya sesemangat itu, ya? Jangan tanya kenapanya. Sebab, tidak memerlukan alasan untuk takjub pada pengetahuan. AIH…SA AE.

Sejak solmifasol tersebut selesai dipelajari di kelas, sebelum pulang ibu Sum mengintruksikan kami untuk mempelajari lagu tersebut dengan alat musik tiup di rumah masing-masing. Saat itu disuruhnya bawa pianika. Satu minggu lagi akan ada praktik membawakan lagu tersebut, kita pun harus maju satu-satu ke depan, unjuk kebolehan.

Seingat saya, di rumah saya hanya punya kaleng wafer dan kaleng cat besar sebagai alat musik gedumbrangan saya sehari-hari dengan kawan bermain. Ya ramashok lah ya sama intruksi wali kelas saya yang menyuruh punya si pianika itu.


Sesampainya di rumah, saya langsung bilang ke Mamah kalau wali kelas kami menyuruh bawa pianika untuk pertemuan SBK minggu depan. Biasa, anak SD kalau minta apa-apa pasti ada dramanya dulu. Tujuannya agar orang tua kita ini cepat-cepat membelikan apa yang kita mau. Yang saya lakukan adalah merengek, karena temen-temen main saya yang teman sekelas saya juga, mereka udah pada punya, sedangkan saya belum.

Akhirnya saya dibelikan sebuah pianika berbalut tas biru yang di dalamnya berisi kumpulan tuts putih-hitam, juga ada selang panjang dan selang pendeknya. Pianika saya bukanlah yang harganya mahal dan bermerk. Kalau nggak salah, dulu harganya Rp85.000.00. Anak SD mah nggak peduli soal harga. Yang penting PR dilaksanakan sesuai perintah gurunya. Yoi.


Nah, untuk pertama kalinya bagi saya mainin pianika… W EXCITED BGT WOY! Saya langsung memencet tuts-tuts kecil yang masih suci dan polos itu dengan asal. Fix saya norak! Bodo deh, yang penting saat itu adalah saya dah punyak!
Kendala si noob ini adalah buta akan letak not-not pianika. Untuk pianika murah macam punya saya ini, tidaklah tercantum angka pada tutsnya, jadi masih bingung maininnya. Gak ngerti mana sol tinggi, sol yang b aja, dan sol berat.

Tapi saya tidaklah menyerah. Saya inisiatif ke rumah teman main saya yang saat itu sudah kelas 2 SMP. Dia ini sering banget mainin pianikanya buat tugas sekolahnya. Saya tahu karena dia kalau mainin pianika, suaranya kedengaran sampai ke kamar saya. Padahal rumah kami beda lima rumah. Sungguh berisik bukan?

Saya melangkahkan kaki menuju rumah mbak Des dengan memeluk pianika baru saya, nggak lupa sambil bawa spidol permanen. Tak lupa dilihatin sama ibu-ibu tetangga sekitar. Eh saya diledekin..

“Ciye.. Nur punya piano baru….” Salah paham yang fatal. Hahahak.

Lah, ini mah pianika mari mari pianika, Buibuk. Hem. Saya hanya memamerkan senyum malu-malu saja kepada mereka dan melanjutkan langkah dengan semangat juang. Soalnya saya sudah keburu gatal ingin menekan si tuts-tuts maha menggemaskan ini!! Mbak Dessss, nyontek posisi not angka dooong!!

Seusai nyontek not angka, akhirnya saya pulang dengan perasaan bangga. Lalu saya sigap mengambil buku Lagu-Lagu Wajib dan Daerah dari tas dan membuka lembarannya dengan brutal.

Nomorin sendiri biar syaiq
Sumber: di sini


Saya meniup selang pianika untuk pertama kalinya! Sensasi rasanya sangatlah… PENGAP SEKALI BOSSSQU! Pemula yang sok tahu ini terlalu berambisi tanpa ilmu. Bhahaha.
Setelah mengalami keribetan meniup yang bikin napas habis, selangnya basah, dan lima jari selalu meleset dari tuts, akhirnya saya bisa juga memainkan satu lagu dengan not setelah berjam-jam berkutat sendiri di kamar! Masih belum mahir.


Tapi lumayan lah, sudah bisa atur napas sedikit, meskipun tangan masih sering tergelincir. Tapi senang akutuu~ walau harus diteriakin Bapak saya yang katanya saya ini main apaan sih dari tadi… berisiknya nggak wajar. Wekekek.


Coba ngana bayangin, anak baru belajar main pianika yang salah mencet tuts, terus ngulang lagi dari awal, eh salah lagi, eh ngulang lagi. Gitu terus sampek khatam satu lagu! Untung jarak rumah tetangga agak jauh-jauhan, ya :’) Terima kasih pohon bambu.



***


Hari H pelajaran SBK pun tiba. Mumpung belum bel masuk, seperti biasa, anak SD itu capernya luar biasa. Dari hal itu terciptalah kegiatan di pagi yang damai, untuk saling pamer kebisaan memainkan lagu Mengheningkan Cipta dengan pianika masing-masing. Pada mau ngetes, sudah sejauh mana kelancaran tangan dan kinerja otak temen sendiri. Kecil-kecil jiwanya udah kopetitif ya. Hem. Kalian tahu kelas saat itu ramainya kayak apa? Terminal bus! ‘Klakson’ everywhere. Untung belum viral telolet om. Kalau udah, ya… sila bayangkan sendiri.

Eh, gue udah apal nih”

“Wiih kereeen. Iri gue”

“Jangan kenceng-kenceng, woy! Ludah lu nyembur!”

“Pindah dari do ke si, tangan gue kaga nyampe nih, jadi sebelas jari deh. Boleh gak ya?”

“Lu pernah ga lepasin selang penghubung yang ini? coba deh lu buka, masa banyak airnya ya... Itu uap kita ya?”
*BWAKAKAKAK TEMAN-TEMANQU RECEH SEMUA!!*


Pendengaran Saya tidak hanya menangkap bunyi SolMiFaSol yang sudah akrab di relung hati, jiwa, raga dan sanubari. Saya juga mendengar nada lain dari pianika yang dimainkan teman-teman saya bagian ujung. Anak cowok memanglah berani beda!

Mulai dari yang mainin lagu wajib lain, ngasal mencet tuts biar dikira keren, ada juga yang malah mainin lagu pop, dangdut depannya doang dan lagu antah berantah.

Sekadar informasi, dulu tuh zaman lagu-lagunya Kangen Band, Wali, ST12, Armada, Alexa dan Hijau Daun lagi meroket. Ya Allah, saya merasa tua nih ngingetin lagu-lagu mereka. Bwakakak.

Buat teman saya yang mainin lagu Tentang Aku, Kau dan Dia di kelas saat itu, entah saya harus berterimakasih atau kesel ya sama lu orang ya. Karena gua masih ingat sampai sekarang itu tuts apa aja yang dipencet keyboardist Rindu Band pas diintro lagu! SELAYAKNYA ENGKAU TAHU.. BETAPA.. KUMENCINTAIMU~~ *malah diperjelas*


Bel sudah berbunyi. Pianika udah basah semua selangnya kalau dibuka. Saat bu Sum masuk, seketika hening. Selesai berdoa dan ucap salam, bu Sum mulai mengabsen nama-nama yang maju urutan pertama untu dites kemampuannya mainin lagu Rindu Band. Eh, Lagu Mengheningkan Cipta, atuh.

Saya memperhatikan teman-teman saya yang dipanggil satu per satu untuk unjuk kebolehannya dihadapan bu Sum dan kami semua.

Saat si teman abjad A membunyikan tuts awal, seketika kelas hening. Kami sibuk memperhatikan si absen pertama ini memainkan pianikanya. Dia yang maju, tapi kita yang panik. Mungkin efek kali pertama kita unjuk kebolehan sama si pianika, jadi wajar kalau deg-degan, malu-malu nggak mau maju. Hehehe.


Bu Sum bilang, praktik ini adalah latihan untuk penilaian minggu depan. SUDAH KUDUGA! Saat itu satu kelas langsung pasang muka bengong semua. Ya, mana tahu kan ya.. Yang sudah latihan dengan tekun, ya tenang-tenang saja. Tapi untuk yang latihan seadanya, pasrah.. yaudah lah belom penilaian ini.

Teman-teman saya ada yang nggak bawa pianika, nasibnya nelangsa sekali. Selesai temannya maju, dia harus repot bolak-balik kamar mandi untuk nyuci selang pianika. Karena…. Ya kalau nggak dicuci…. Silakan bayangkan sendiri. Huhu.

Kini satu persatu dari kami sudah pada maju. Bermacam hal terjadi di depan sana. Saya pun melihat kegerogian dan kesesaknapasan temen-temen saya, dan tak terkecuali saya sendiri. 

Ada yang menarik napasnya panjang banget, padahal pas nada tinggi, doski ga kuat. Ada yang lempengggg banget alias sukses tanpa kehabisan napas, tapi mencet tutsnya putus-putus. Ada juga yang maininnya nggak sesuai nada, yang terdengar di depan sana malah nada Isabella adalah... Atuhlah Gustiiii.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT saja. Anak SD kelas lima ini hanyalah semburan ludah dari moncong hitam pianika.


Itulah sekilas perjalanan perkenalan saya sama alat musik tiup yang kenangan ‘Mengheningkan Cipta’ nya masih kental. Bisa dibilang lagu tersebut adalah lagu wajib nasional yang pertama kali saya mainkan pakai alat musik.


Gara-gara pianika, saya jadi punya mimpi ingin jadi pianis. Gewla! Nah, gara-gara impian itu, saya kok ya jadi rajin banget sehari sekali di rumah pasti main pianika. Tentunya bukan cuma mainin lagu Mengheningkan Cipta aja, tapi hampir satu buku lagu-lagu Nasional dan Daerah yang saya tahu nadanya, saya mainin pakai pianika.

Cukup mengganggu ketentraman wilayah rumah saya, sih. Karena itu bersik. Sampai beberapa anak kecil yang tadinya main di luar rumahnya, mereka malah mampir ke rumah saya dan menonton saya main pianika. WOY GEROGI WOY. Bhahaha.


Nggak hanya itu. Saya juga menjadi duta pianika diantara 10 rumah yang ada di sekitaran saya. Lah gimana nggak,  setiap saya main pianika, pasti ada tetangga saya lainnya ada yang main pianika juga di rumahnya. Mantap, saya nggak berisik sendirian. Mari kita ramaikan RT kita dengan semarak lengkingan dan keanyeban suara tiupan pianika kita, saudara-saudaraqu!!


Nah, saya juga punya beberapa lagu band yang saya cari-cari sendiri not angkanya. Entah terlalu rajin atau kurang kerjaan. Lagu-lagu ini adalah lagu hits banget di eranya.  Oh iya, sebagai anak kelas lima, nonton acara Idola Cilik itu seperti keharusan. Jingle acara tersebut pun saya cari sendiri notnya.
Kenapa cari sendiri? Karena saya belum punya ponsel. Ya jadi inisiatifnya masih jalan lah ya. Wakakkak.


Beberapa lagu yang seingat saya pernah saya oprek nada-nadanya yaitu:

Vierra - Rasa Ini

D’Masiv – Diantara Kalian, Apa Salahku

Peterpan – Tetang Kita

Ungu – Cinta Gila

Kangen – Pujaan Hati, Tentang Aku, Kau dan Dia, Yolanda (WOY KHILAF LU? WKWK)

ST12 – Saat Terakhir

Idola Cilik..idola semua idola.. mari warnai dunia… kau dan aku ber… *terusin jangan?*


Dulu, tiap saya main pianika di rumah dan nyoba main lagu-lagu tersebut, berasa keren banget. Padahal maininnya cuma beberapa part, nggak full. Hahaha. Bocah.
Kalau ada kesempatan, saya akan unjuk kebolehan tersebut di depan teman-teman saya, esoknya mereka bikin nada juga di lagu-lagu pop lainnya. WEDEHHHH.


Nah, itulah kesan pertama saya dan perjalanan dalam berkenalan sama pianika, belajar nada dasar, nyanyi lagu wajib, daerah, dan bahkan sampai ngoprek lagu pop Indonesia di zaman SD yang mendorong saya untuk bermimpi jadi pianis.


Namun jauh sebelum itu, saya sudah lebih dulu tahu lagu-lagu Wajib Nasional selain yang sering didengarkan saat Upacara hari Senin dan Upacara Peringatan yang bertemakan pahlawan, dan ke-Indonesiaan lainnya di sekolah. Oiya, bahkan Tembang Jawa dan Nasida Ria saya pun sudah tahu. Wakakakak. 

Tahu dari mana? Tunggu di cerita saya selanjutnya~ Azeq.


Jadi, ada berapa lagu wajib yang kamu hapal di zaman sekolah? Masih ingat atau udah lupa nih liriknya? 
Gak usah malu buat nyanyi lagu wajib. Parah sih kalau malu. Nah, kalau nggak hapal itu yang memalukan. Wkek. Ya saya pun mengakui belumlah hapal semua lagu wajib. Hem. Kalah deh sama anak SD sekarang. Tapi semoga anak SD sekarang tidak hanya gemar toktikan yha, tapi juga hapal lagu wajib. Ya kurang-kurangin gitu toktiknya kalau bisa. Biar damai sentosa jiwa-jiwanya.


Oke, dicukupkan sampai disini ceritanya. Karena sudah mendekati waktu berbuka di puasa ke 16 ini, saya ucapkan selamat berbuka puasa! Bukalah dengan yang ada, sebab kalau yang nggak ada, jatohnya halu. EHEHE. Seqian. Terima Kasih!

Ciao.

4 komentar:

  1. Hiduplah Indonesia Raya~
    Ish selangnya pasti bau.
    Aku pertama kalinya punya orgen. Ga perlu niup-niup. Terus bocah-bocah sepantaran lainnya suka main ke rumah, pengin ikutan. Kan kesal. Kucabut kabelnya, bilang mati lampu.
    Pelit dah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari yakinku teguh~
      Jangan dibayangin, kak. Cukup jadi kenangan antara mereka saja. Wkwk
      Dulu sempet juga aku pengen punya orgen, tapi uwang tak mencukupi. Pen beli gitar pun gagal mulu. Hehehe.
      Bocah mah gitu emang. Kalau di ruamhku, dulu tuh pada jaim gitu, ngintip ramai-ramai dari kejauhan, setelah itu maju selangkah demi selangkah macam sweeper temennya boots :D
      Kalau itu antara pelit sama gak mau diganggu beda tipis dah. xD

      Hapus
  2. Seingat saya, terakhir kali menyanyikan lagu wajib itu lagu Indonesia Raya sewaktu jadi finalis lomba blog Cinta Rupiah di Museum Bank Indonesia. Awal Maret 2018 kalau nggak salah. Kalau lagu Hari Merdeka setiap tahunnya masih ikut nyanyi ketika acara RT.

    Dulu pas SD-SMP pernah bingung, ketika mengheningkan cipta tuh sebetulnya diem aja atau baca Alfatihah buat para pahlawan. Haha.

    Lagu Peterpan Tentang Kita kayaknya hits amat pas zaman sekolah, ya. Saya nggak bisa main pianika, dulu pas pelajaran Seni Budaya milihnya main suling. :) Ujiannya satu lagu Nasional yang dipilih sama gurunya buat semua murid, satu lagu Nasional bebas, sama satu lagu bebas. Dulu saya lupa mainin lagu pop yang apa. Tapi sampai sekarang masih suka iseng-iseng mainin lagu Nidji yang Laskar Pelangi. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau saya dulu saat mengheninkan cipta malah sibuk lihatin sepatu sendiri sama sepatu temen. Hehe.

      Kebalik, saya malah nggak bisa main suling. Karena emang nggak punya dan nggak mencoba untuk mempelajarinya. Wakakak. Untung zaman kelas lima ujiannya cuma lagu Mengheningkan Cipta aja. Kalau ujian praktik saat kelas enam, baru deh banyak pilihannya. Tapi nggak ada lagu pop kalau zaman saya. Adanya lagu daerah yang dipilihin sama gurunya. Kalau Laskar Pelangi sering dinyanyiin dibanding dipianikain. xD

      Hapus

Terima kasih sudah membaca sampai bagian akhir. ^^
Jika ada yang perlu dikomentari, maka komentarilah. Sebab punya perasaan yang dipendam itu memusingkan. Hehe.

NUR AGUSTININGSIH © | THEME BY RUMAH ES